Mengenal Sejarah dan Penanganan Wabah Pes di Indonesia Melalui Pendekatan Sanitasi

Dalam momen peringatan Hari Karantina Kesehatan Nasional ke 63 pada 18 Januari 2025 lalu, Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Mataram mengajak masyarakat untuk merefleksi kembali tentang sejarah terjadinya pandemi atau wabah di Indonesia yang tidak kalah mematikan dari Covid 19 yaitu wabah Pes. Pes merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang dibawa oleh kutu atau pinjal Xenopsyiella cheopis dan ditularkan melalui gigitan tikus yang terinfeksi. Pes juga termasuk dalam penyakit karantina internasional dan dikategorikan dalam International Health Regulation (IHR) sebagai penyakit yang dapat terulang kembali (re emerging) serta berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

Catatan sejarah menunjukkan bahwa wabah penyakit pes atau yang dikenal dengan sebutan Black Death, pertama kali muncul di Indonesia tahun 1910 melalui aktivitas perdagangan internasional terutama dari kapal-kapal yang secara tidak sengaja membawa tikus yang terinfeksi. Wabah pes pertama kali terdeteksi di Pelabuhan Surabaya yaitu dari kapal kargo yang mengangkut beras dari Burma (Myanmar). Namun kasus pertama pes justru ditemukan di  Desa Turen Kabupaten Malang dengan 17 orang korban meninggal setelah terinfeksi (Maurits Bastiaan,2022). Penyakit ini menyebar dengan cepat hampir di seluruh pelosok Jawa Timur bahkan hingga mencapai Jawa Barat, karena buruknya sanitasi dan tingginya populasi tikus di kawasan pemukiman. Mengutip tulisan  Martina Safitry dalam Jurnal Sejarah berjudul Kisah Karantina Paris of the East: Wabah Pes di Malang 1910-1916, “ketika tikus yang terjangkiti pes mati, maka kutu atau pinjal bisa berpindah ke manusia atau binatang lain dan menggigit mereka. Melalui gigitan itulah, bakteri pes berpindah dari kutu tikus ke manusia”. Pada awal terjangkit, seseorang akan mengalami demam, sakit kepala, dan bengkak atau bisul pada kelenjar getah bening yang biasanya terdapat di ketiak, selangkangan atau belakang telinga. Penyakit ini dapat mematikan manusia dalam hitungan dua sampai tiga hari saja (Martina Safitry).

Beberapa upaya penanganan dilakukan oleh pemerintah kolonial pada saat itu yaitu dengan menerapkan karantina ketat di wilayah yang terkena wabah, desinfeksi atau penyemprotan desinfektan di rumah-rumah penduduk, edukasi kesehatan melalui kampanye kesehatan tetang kebersihan dan pencegahan penyakit, pembangunan infrastuktur, peningkatan kompetensi tenaga medis serta vaksinasi. Selain upaya-upaya tersebut, pemerintah juga melakukan Langkah-langkah sanitasi

 A. langkah-langkah sanitasi, diantaranya :

  1. Pembersihan lingkungan perumahan dan pasar tradisional
  2. Penyemprotan desinfektan di rumah penduduk dan barang-barang rumah tangga
  3. Pengelolaan sampah dan limbah secara tertib dan perbaikan drainase
  4. Pemberantasan tikus melalui kegiatan kampanye tangkap tikus dan pemasangan perangkap tikus
  5. Edukasi sanitasi kepada masyarakat melalui kampanye tentang kebersihan dan larangan menyimpan makanan secara terbuka
  6. Pembangunan infrastruktur sanitasi meliputi penyediaan fasilitas sanitasi umum dan perbaikan sistim distribusi air

Langkah-langkah penanganan sanitasi ini terbukti efektif dalam mengurangi penyebaran wabah pes di Jawa pada saat itu. Namun, penerapan kebijakan ini tidak merata, terutama di pedesaan dengan keterbatasan akses terhadap fasilitas sanitasi dan air bersih. Resistensi dari masyarakat lokal terhadap kebijakan kolonial yang dianggap memaksa juga menjadi tantangan. Efektivitas sanitasi dalam menangani wabah pes di Jawa pada saat itu, bergantung pada sejauh mana langkah-langkah sanitasi diterapkan dan diterima oleh masyarakat.

Wabah pes di Jawa mulai mereda pada tahun 1916 setelah upaya pengendalian yang intensif. Sayangnya setelah wabah mereda, banyak langkah sanitasi tidak dilanjutkan, terutama di daerah pedesaan,sehingga risiko munculnya wabah baru tetap ada. Perbaikan sanitasi di perkotaan menjadi lebih permanen, tetapi di pedesaan langkah-langkah tersebut hanya bersifat sementara.

Pengalaman dalam penanganan wabah pes pada masa kolonial tersebut dapat menjadi pelajaran penting dalam manajemen wabah saat ini dan di masa depan, terutama dalam membangun sistem kesehatan masyarakat dan penanganan sanitasi.. Sanitasi menjadi salah satu fokus utama dalam penanganan wabah pes dan harus disadari bahwa kondisi lingkungan yang buruk dan kebersihan yang rendah, menjadi salah satu faktor utama penyebaran penyakit pes.

B. Penanganan wabah dengan pendekatan sanitasi harus memperhatikan 3 hal berikut :

  1. Sanitasi harus bersifat menyeluruh artinya langkah sanitasi tidak hanya berfokus pada wilayah perkotaan tetapi juga mencakup wilayah pedesaan.
  2. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan melalui edukasi dan pendekatan yang lebih humanis agar kebijakan terkait sanitasi dapat diterima oleh masyarakat.
  3. Pembangunan infrastruktur sanitasi yang berkelanjutan yaitu dengan investasi dalam sistem sanitasi yang lebih baik, seperti drainase, pengelolaan sampah, dan akses air bersih, sangat penting untuk mencegah wabah di masa depan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sanitasi merupakan elemen penting dalam penanganan wabah pes maupun penyakit yang ditularkan melalui media lingkungan lainnya dimana efektivitasnya sangat bergantung pada penerapan secara konsisten, inklusif, dan berkelanjutan

Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Mataram terus berupaya untuk melakukan langkah-langkah preventif yang tepat dengan melakukan pencegahan pes di wilayah pelabuhan dan bandara,pencegahan dilakukan dengan pengawasan populasi tikus melalui pemasangan perangkap tikus,pengawasan sanitasi lingkungan mulai dari pengawasan TPP ,TFU,Pengelolaan sampah dan limbah serta penyediaan air minum/bersih pada wilayah-wilayah kerja balai karkes mataram

BKK Mataram Melangkah Cepat Melayani Bangsa

jangan lupakan sejarah

Ketika Jawa di landa wabah

https://youtu.be/OnNMwuOXV7A?si=1E-2SRdYlPL9CrUK

 

Share :

INFORMASI POPULER